Menteri PPPA: Dukung Keterwakilan Perempuan dalam Pemilu 2024
Nomor: B-028/SETMEN/HM.02.04/2/2024
Jakarta (08/02) – Menjelang Pemilihan Umum serentak yang akan dilaksanakan 14 Februari 2024, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di ranah politik yang akan memberi dampak terhadap proses pengambilan keputusan dan proses demokrasi di Indonesia. Dalam sambutannya di acara Dialog Forum Merdeka Barat 9, Menteri PPPA turut mendorong komitmen perempuan yang akan menduduki posisi legislatif untuk membuat kebijakan yang inklusif bagi perempuan dan anak.
“Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi di dunia, sudah sepatutnya meningkatkan ruang partisipasi dan representasi politik perempuan agar terfasilitasi dengan baik. Keterlibatan perempuan dalam politik mampu membangun pendekatan kebijakan yang lebih humanistik, sehingga melibatkan perempuan dalam politik merupakan investasi untuk mengawal masa depan bangsa,” kata Menteri PPPA, Rabu (07/02).
Menteri PPPA menyampaikan bahwa 30 persen batas minimal keterwakilan perempuan sebagai kandidat calon legislatif Pemilu bukan hanya sekedar angka. Kebijakan afirmatif ini telah membawa perubahan ke arah yang positif, salah satu contohnya melalui perjuangan panjang mengesahkan UU nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Banyak kebijakan yang sifatnya memberikan perlindungan telah dihadirkan. Hal tersebut karena adanya anggota anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perempuan yang bekerja keras menggandeng dan mengajak anggota DPR lainnya untuk menyerap aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat dan kaum perempuan,” tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA berharap momentum Pemilu tahun 2024 dapat menggugah kesadaran seluruh elemen, baik pemerintah, legislatif dan masyarakat untuk mewujudkan peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen baik secara kuantitas jumlah anggota perempuan yang menduduki kursi maupun kualitas dalam menghasilkan kebijakan publik.
Pemerintah melalui Kemen PPPA telah melakukan serangkaian upaya meningkatkan partisipasi perempuan di ranah politik mulai dari akar rumput. Staf Khusus Menteri PPPA, I Gusti Agung Putri Astrid menyampaikan, sejak tahun 2020, Kemen PPPA telah menyasar kader-kader perempuan di desa naik ke tingkat nasional, sehingga banyak pihak mulai sadar terhadap sepak terjang kepemimpinan perempuan di level desa.
“Kami berupaya menciptakan kondisi penerimaan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan. Sehingga nanti jika ada calon anggota legislatif yang turun, pola pikir masyarakat sudah berubah tidak lagi tertutup terhadap politisi perempuan. Selain itu, kami juga membangun jaringan dengan organisasi politik seperti Sayap-Sayap Partai terkait dengan isu-isu perempuan dan anak,” tutur Agung Putri.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati menyampaikan masih banyak hambatan bagi perempuan yang masuk ke politik. Mulai dari budaya patriarki, sistem partai politik, hingga hambatan dari sisi regulasi dengan disahkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 10 Tahun 2023 menggantikan Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 yang mengubah pembulatan batas minimal 30 persen keterwakilan perempuan ke atas menjadi pembulatan ke bawah jika angka desimal di bawah 50.
“Masih ada anggapan perempuan tidak cocok masuk ke dunia politik. Hal tersebut cukup menyulitkan, apalagi ketika para perempuan masuk ke dalam kontes politik seperti pemilihan umum. Perempuan berjuang sendiri tanpa adanya pendampingan dari parpol. Mereka berjuang sendiri sehingga kampanye yang dilakukan lebih sporadis, tidak terukur dan membuat perempuan kapok berpolitik,” tutur Khoirunnisa.
Ketua Kaukus Perempuan Parlemen, Diah Pitaloka mengingatkan kepada para pemilih untuk dapat mendukung dan memberikan kesempatan pada caleg perempuan. Menurutnya, perempuan memiliki potensi besar dan perlu untuk didukung melalui sinergi dan kolaborasi multipihak.
“Banyak progress pencapaian dan kebijakan yang kita perjuangkan untuk kaum perempuan Indonesia, termasuk banyak menteri perempuan, anggota legislatif perempuan sampai kepala daerah dan kepala desa perempuan. Kita perlu kolaborasikan potensi ini sehingga muncul pendekatan politik yang mengedepankan perspektif gender, inklusif, afirmatif dan emansipatif sehingga kebijakan kita lebih berwarna dari berbagai perspektif,” tutur Diah. (Dikutip dari www.kemenpppa.go.id)